KPU Mengatakan Pengurangan Masa Kampanye Menjadi 120 Hari Sudah Sangat Besar

Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) berupaya mengurangi masa kampanye menjadi 120 hari pada Pemilu 2024.

Menurut anggota KPU Pramono Ubaid Tanthowi pengurangan dari enam bulan tiga pekan pada 2019 menjadi 120 hari sudah sangat besar.

"Kami sebenarnya sudah berusaha keras untuk mengakomodir usulan dari teman-teman parpol dan pemerintah untuk mengurangi durasi masa kampanye.

Dari Pemilu 2019 yang lalu 6 bulan 3 minggu, kami sudah mengurangi menjadi 120 hari.

Itu sudah pengurangan yang sangat besar sekali," ujar Pramono dalam diskusi bold, Jumat (4/2).

Mengurangi durasi kampanye ini beresiko membebani KPU. Yaitu berkaitan dengan pengadaan hingga distribusi logistik pemilu.

"Karena kami merisikokan pekerjaan yang nantinya akan menjadi beban KPU. Terutama pengadaan lelang, produksi, dan distribusi logistik. Itu menjadi taruhannya," ujar Pramono.

Dengan durasi kampanye enam bulan masih ada ribuan tempat pemungutan suara yang tidak mendapatkan kotak suara pada hari pencoblosan.

Pemilu semakin pendek ini dikhawatirkan akan memperparah keterlambatan logistik.

"Nah, ini menjadi pertaruhan ketika masa kampanye lebih pendek lagi yang membuat proses, terutama logistiknya menjadi sangat berisiko," ujar Pramono.

Durasi Kampanye Bukan Satu-satunya Faktor Konflik Pemilu

Salah satu alasan pemerintah menginginkan durasi kampanye dikurangi menjadi 90 hari karena tidak ingin konflik akibat pemilu berkepanjangan.

Menurut Pramono, faktor lahirnya konflik saat pemilu bukan hanya dipengaruhi oleh Pemilu.

Masih ada faktor seperti sistem pemilu hingga faktor peserta pemilu.

Misalnya, faktor hanya dua calon yang bertarung bisa memicu konflik.

"Kita perlu mengingat masa kampanye bukan satu-satunya pemicu konflik dalam pemilu.

Jadi panjang pendek bukan satu-satunya faktor menentukan konfliknya keras atau tidak. Karena banyak faktor lain," tegas Pramono.

Agar pemilu tidak menjadi konflik kekerasan, penegakan hukum harus berjalan adil dan tegas. Penegakan hukum diyakini dapat memitigasi konflik dalam pemilu.

"Jadi harus ada keadilan dalam penegakan hukum pemilu itu penting untuk memitigasi konflik di pemilu kita.

Rasa keadilan penegakan hukum itu jadi penting jangan sampai publik merasa wah karena kita bukan pendukung paslon itu yang dekat dengan aparat keamanan misalnya, dikriminalisasi.

Hal seperti itu harus dihindari dengan penegakan hukum tegas dan adil," pungkasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baliho Bergambar Wajah DPRD di Sejumlah Titik DIY, Tidak Tepat Ditengah Susahnya Ekonomi Rakyat

Ganjar Dapat Dukungan Sebagai Capres Dari Relawan Sigap, Dimulai Dari Titik Nol di Jakarta

Cerita TNI AD Wanita yang di Doa'n Ibunya Menjadi TNI AD, Bukti Omongan Ibu adalah Doa